Lady Cempluk adalah seorang mahasiswi yang taat menjalankan ibadah
agama, termasuk berpuasa. Ceritanya, Cempluk hendak puasa sunnah di hari
Kamis. Malam sebelumnya, sesudah mengikuti acara di kampus sampai larut
malam, Cempluk pun meminta ibunya menyiapkan sahur untuk besok.
“Bu, besok kulo puasa, takseh wonten lauk kan?”, tanya Cempluk pada Jeng Janeth, ibunya.
“Iyo nduk, kae wes ibu siapke. Sahur dewe ya?”, jawab Janeth.
Cempluk pun beranjak ke kamar dan tak lupa nyetel alarm jam tiga dini
hari agar bisa bangun. Alarm Cempluk pun berbunyi jam tiga, namun
karena saking capek habis berkegiatan di kampus seharian, Cempluk cuma
ngolat-ngolet ngunjukke selimutnya dan tambah angler.
“Waduh, suara bayi neng ndi kae?” batin Janeth yang mendengar suara
bayi oek-oek. “Pak…pak…kok ono suara bayi kae neng ndi?” ujar Janeth
sambil ngoglek-ngoglek Mas Behi, suaminya.
“Jangan-jangan ono bayi dibuang wong tuane pak,” duga Janeth tambah deg-degan.
Mas behi yang juga mendengar suara tangis yang semakin kencang juga tambah penasaran.
“Yawes, ayo diluru bu suara kuwi soko ndi,” ungkap Mas Behi.
Mereka pun langsung menuju teras rumah, namun tak menemukan arah
suara tersebut. Akhirnya mereka mencari ke samping rumah, namun gak
ketemu juga.
“Bu, suarane kok soko kamare Cempluk,” ujar Mas Behi kaget. “Yawes, ayo digugah bocahe pak”, jawab janeth.
“Nduk, Cempluk, tangi nduk. Ono bayi dibuang wong tuane,” teriak Janeth sambil nggedor pintu.
Cempluk pun bangun gragapan karena kaget. “Bayi nopo tho bu, niki lho
suara alarm ponsel kulo,” jawab cempluk sambil pringas-pringis.
“Oalah nduk, tak kiro ono bayi dibuang. Biasane alarmmu gak kuwi bunyine je,” ujar Janeth.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar